Nama lengkapnya Gita Irawan Wirjawan, putra dari pasangan Wirjawan Djojosoegito (almarhum) dan Paula Warokka Wirjawan. Pada 2008, ia mendirikan perusahaan Ancora Capital, perusahaan investasi di bidang sumber daya dan pertambangan. Ia mendirikan perusahaan tersebut setelah ia memutuskan mundur dari kursi Presiden Direktur JP Morgan Indonesia.
Jazz dan golf
Gita Wirjawan merupakan pecinta musik terutama jazz. Gita mendirikan mendirikan rumah produksi musik bernama Omega Pacific Production. Album-album yang diluncurkan lebih banyak bercorak jazz. Ia memproduksi album jazz bagi pianis Nial Djuliarso, grup jazz Cherokee, dan Bali Lounge I dengan vokalis Tompi. Beberapa lagu dalam album-album itu dia tulis atau aransemen sendiri.Selain memproduksi album jazz, Gita mengeluarkan album pop, seperti Tompi, Bali Lounge II, dan album Dewi Lestari.Pada akhir 2009, tepatnya pada Rabu, 11 November, Gita resmi bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu II. Gita memeroleh jabatan baru yakni sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebagai Kepala BKPM, Gita bertugas membenahi permasalahan permasalahan investasi yang ada di Indonesia.
Gita Wirjawan juga merupakan pecinta olahraga golf. Kecintaannya pada golf dia tunjukkan dengan mendirikan sekolah Ancora Golf untuk mencari bibit pegolf muda dari Indonesia. Murid-murid Ancora Golf dididik instruktur dari Singapura untuk dipersiapkan mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional. Biaya hidup murid Ancora juga ditanggung Gita.Gita juga menyiapkan asrama bagi anak didiknya. Asrama itu bahkan dilengkapi fasilitas seperti televisi plasma, Wi-Fi, dan penyejuk udara.
Karier dan Kehidupan
Gita Wirjawan menempuh pendidikan S-1 di University of Texas Amerika Serikat. Ia menyelesaikan kuliah S-2 pertamanya di Baylor University, pada 1989. Ia mengambil jurusan administrasi bisnis. Selepas kuliah, ia memulai keriernya dengan bekerja di Citibank. Pada 1999, dia mengambil kuliah S-2 jurusan public administration (administrasi Publik) di Harvard University dan lulus pada 2000 . Selesai S-2, ia bekerja di Goldman Sachs Singapura, sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman. Gita bekerja di sana hingga 2004. Tahun berikutnya dia pindah ke ST Telekomunikasi sampai 2006 juga di Singapura, Gita kemudian bekerja di JP morgan Indonesia sebagai direktur utama. Gita menjadi direktur di sana 2006-2008.Gita Wirjawan mundur dari JP Morgan pada April 2008 dan mendirikan Ancora Capital. Perusahaan barunya ini berfokus pada investasi di sektor energi dan sumber daya alam. Di Ancora, Gita membuktikan kepiawaian dalam mengelola perusahaan yang bergerak di bidang financial. Dalam hitungan bulan, perusahaan ini mengambil alih sebagian saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk, PT Bumi Resources Tbk, PT Multi Nitrat Kimia, perusahaan properti di Jakarta, dan sebuah perusahaan properti di Bali. Keberhasilan Gita memimpin Ancora adalah berkat banyak mengandalkan koneksinya saat kuliah di Harvard.
Pemikiran
Sebenarnya latar belakang Gita Wirjawan keluar dari JP Morgan adalah karena ia telah mengetahui lebih dulu mengenai krisis finansial di AS pada 2007. Ia mengetahui bahwa dampaknya akan mendunia. Kala itu ia telah berusaha memberi tahu beberapa ekonom dan pemerintah. Sayang, tidak ada yang peduli. Maka, dari itu, ia mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang investasi. Perusahaan itulah yang bernama Ancora Capital. Perusahaan ini ia siapkan untuk membeli saham-saham perusahaan yang ia perkirakan akan rugi karena krisis keuangan global itu.Dalam hal investasi, Gita Wirjawan meyakini bahwa pembangunan di Indonesia masih memerlukan bantuan keuangan. Indonesia sebagai negara berkembang, menurut Gita memerlukan investasi asing (foreign investment) sebagai penunjang kekuarangan modal (capital) yang terjadi. Gita mengumpamakan Indonesia adalah sebuah bangunan yang kekurangan dana untuk membuat atapnya.
Maka dari itu, bantuan dari luar sebaiknya tidak ditanggapi negatif. Dengan sudut pandang positif, bantuan ini harus diartikan sebagai modal untuk membangun kekuatan ekonomi. Dan kebetulan pihak luar negeri memiliki sumber bantuan tersebut.Sebenarya seharusnya memang orang Indonesia sendiri yang mengelola sumber dayanya sendiri, tetapi untuk periode tertentu bantuan masih dibutuhkan.
Akan tetapi, Gita Wirjawan tetap mengakui bahwa meminta bantuan dari luar negeri memang dilematis. Sebagian kalangan menilai bahwa ini tidak nasionalis dan hanya membahayakan kondisi ekonomi dalam negeri. Bagi Gita, pandangan itu salah. Bantuan dari luar negeri seharusnya diartikan sebagai dukungan untuk membangun ekonomi negara bukan menjual negara. Sekali lagi, ia menegaskan bahwa bantuan itu harus ditanggapi dengan pola pikir (mindset) positif.